Kamis, 04 Juni 2015

PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI MIKRO ORGANISME LOKAL (MOL) DAN KOMPOSTING



MIKROORGANISME LOKAL (MOL) DAN KOMPOSTING
(Laporan Praktikum Bioteknologi)








Penulis
Nama               : Inafa Handayani
NPM               : 1214151027
P. S.                 : Kehutanan




Mata Kuliah    : Bioteknologi Kehutanan
Dosen              : Dr. Melya Riniarti, S.P.,M.Si.










Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Bandar Lampung
O6 November 2014

MIKROORGANISME LOKAL DAN KOMPOSTING


Inafa Handayani


Abstrak


Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair.  Bahan utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber mikroorganisme. Setelah MOL matang maka pembuatan composting dilaksanakan, Kompos merupakan dekomposisi bahan-bahan organik atau proses perombakan senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tentang MOL dan pengomposan, mengetahui ciri-ciri kematangan MOL dan pengomposan, dan mengetahui apakah MOL dan Komposting yang telah dilakukan sudah matang atau belum, diketahui dengan ciri-ciri kematangan MOL dan Komposting. MOL yang sudah jadi berbau tidak menyengat lagi (berbau seperti tape), terjadi perubahan diatas permukaannya berupa terdapat busa. Ciri-ciri kompos yang sudah jadi berupa : bentuk fisik sudah menyerupai tanah, berwarna coklat tua hingga hitam (coklat kehitam-hitaman), tidak mengeluarkan bau busuk (berbau tanah), mempunyai tekstur remah dan gembur (berupa remukan),suhu kompos mendekati suhu ruang atau udara sekitar (30–35 0C), jika digunakan pada tanah, kompos dapat memberikan efek menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Pembuatan MOL yang kami lakukan sudah jadi karena sudah memenuhi ciri-ciri jadinya molase yaitu berbau tidak menyengat (tape), terdapat busa diatas permukaan, sedangkan kompos yang kami buat mendekati jadi yaitu sudah terjadi perubahan warna berupa warna kehitaman, tidak berbau lagi, sekitar 1-2 minggu MOL akan jadi jika diberi perlakukan dengan benar.

DAFTAR ISI



COVER............................................................................................................ i
ABSTRAK....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
I.  PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Tujuan Praktikum.................................................................................... 2
II.  TINJAUAN PUSTAKA............................................................................ 4
III.  METODOLOGI PRAKTIKUM.............................................................. 10
IV.  HASIL PRAKTIKUM DAN PEMBAHASAN...................................... 12
A.  Hasil Praktikum................................................................................... 12
B.  Pembahasan......................................................................................... 12
V.  KESIMPULAN......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16



I.  PENDAHULUAN



A.  Latar Belakang


MOL (mikroorganisme lokal) merupakan kumpulan mikroorganisme yang bisa diternakkan, yang berfungsi sebagai starter dalam pembuatan bokasi atau kompos. Pemanfaatan limbah pertanian seperti buah-buahan tidak layak konsumsi untuk diolah menjadi MOL dapat meningkatkan nilai tambah limbah, serta mengurangi pencemaran lingkungan.

Farida (2009) mengamati bahwa pada pembuatan MOL dengan lama fermentasi lebih dari 3 minggu, tutup wadah fermentasi ada yang terlepas. Lepasnya tutup wadah diduga akibat tekanan gas yang dihasilkan dari proses fermentasi. Karena itu, dalam penelitian ini akan dibandingkan metode fermentasi MOL dengan dan tanpa penggunaan selang atau saluran udara, sehingga gas yang dihasilkan dari proses fermentasi dapat disalurkan keluar wadah fermentasi. Selain itu, wadah fermentasi akan ditutup lebih kuat sehingga tidak mudah terlepas.

MOL adalah cairan hasil fermentasi yang mengandung mikroorganisme hasil produksi sendiri dari bahan-bahan alami yang tersedia disekeliling kita. Bahan-bahan tersebut merupakan tempat yang disukai oleh mikroorganisme sebagai media untuk hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang

berguna dalam mempercepat penghancuran bahan-bahan organik (dekomposer) atau sebagai tambahan nutrisi bagi tanaman. Selain itu MOL dapat juga berperan sebagai pestisida hayati karena kemampuanya dalam mengendalikan beberapa macam organisme pengganggu tanaman (OPT). MOL juga diindikasikan mengandung zat perangsang tumbuh/fitohormon yang berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman seperti hormon Auksin, Giberelin dan Sitokinin.

Pengomposan pada dasarnya merupakan upaya mengaktifkan kegiatan mikrobia agar mampu mempercepat proses dekomposisi bahan organik. Yang dimaksud mikrobia adalah bakteri, fungi dan jasad renik, sedangkan bahan organik adalah jerami, sampah kota, limbah pertanian, kotoran hewan/ ternak dan sebagainya.

Kompos memiliki kandungan unsur hara yang terbilang lengkap karena mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro. Namun jumlahnya relatif kecil dan bervariasi tergantung dari bahan baku, proses pembuatan, bahan tambahan, tingkat kematangan dan cara penyimpanan. Namun kualitas kompos dapat ditingkatkan dengan penambahan mikroorganisme yang bersifat menguntungkan.


B.  Tujuan Praktikum


Tujuan dari Praktikum Mikroorganisme Lokal dan Pengomposan ini adalah
1.  Mengetahui tentang MOL dan Pengomposan
2.  Mengetahui ciri-ciri kematangan MOL dan Pengomposan
3.  Mengetahui apakah MOL dan Komposting yang telah dilakukan sudah matang atau belum, diketahui dengan ciri-ciri kematangan MOL dan Komposting

II.  TINJAUAN PUSTAKA



Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair.  Bahan utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber mikroorganisme.  Bahan dasar untuk fermentasi larutan MOL dapat berasal dari hasil pertanian, perkebunan, maupun limbah organik rumah tangga. Karbohidrat sebagai sumber nutrisi untuk mikroorganisme dapat diperoleh dari limbah organik seperti air cucian beras, singkong, gandum, rumput gajah, dan daun gamal.  Sumber glukosa berasal dari cairan gula merah, gula pasir, dan air kelapa, serta sumber mikroorganisme berasal dari kulit buah yang sudah busuk, terasi, keong, nasi basi, dan urin sapi (Hadinata, 2008).

Menurut Fardiaz (1992), semua mikroorganisme yang tumbuh pada bahan-bahan tertentu membutuhkan bahan organik untuk pertumbuhan dan proses metabolisme.  Mikroorganisme yang tumbuh dan berkembang pada suatu bahan dapat menyebabkan berbagai perubahan pada fisik maupun komposisi kimia, seperti adanya perubahan warna, pembentukan endapan, kekeruhan, pembentukan gas, dan bau asam (Hidayat, 2006).

Bagi lingkungan hidup seperti tanah, adanya mikroorganisme dapat menentukan tingkat kesuburan tanah dan memperbaiki kondisi tanah. Metode pemupukan

dalam pertanian organik sebenarnya bertumpu pada peran mikroorganisme. Mikroorganisme ini sebenarnya sangat mudah dibudidayakan dan dikenal sebagai mikroorganisme lokal (MOL). Salah satu mikroorganisme yang menguntungkan dalam pembuatan kompos adalah bakteri. Seperti yang kita ketahui bahwa terdapat kelompok bakteri yang mampu mengikat gas N2 dari udara bebas dan mengubahnya menjadi amonia sehingga ketersediaan nitrogen dalam tanah tetap terjaga sehingga tanah tetap subur. Bakteri ini misalnya antara lain Azotobactervinelandii yang hidup bebas dan menghasilkan amonia berlimpah di dalam tanah sehingga mampu menyuburkan tanaman, khususnya kelompok jagung-jagungan dan gandum.  Clostridium pasteurinum, hidup bebas dalam berbagai kondisi tanah dalam lingkungan anaerob.  Rhizobium leguminosum yang bersimbiosis dengan tanaman jenis polong-polongan (leguminoceae) yang membentuk bintil-bintil akar.  Nitrosomonassp. Dan Nitrosococcussp, yang berperan mengubah amonia menjadi nitrit serta nitrobacter yang bermanfaat mengoksidasi nitrit menjadi nitrat dan langsung dapat dimanfaatkan oleh tanaman (Mulyono, 2014).

Ketepatan manajemen tanah akan mempengaruhi komunitas mikroba dan fauna dalam pembentukan atau degradasi bahan organik sepanjang musim tanam. Perubahan ciri fisik, kimia, dan biologi tanah yang dihasilkan dari praktek manajemen dapat mengubah lingkungan tanah pendukung pertumbuhan populasi dan keanekaragaman mikroba. Memelihara keaneragaman hayati dan memperbaiki kualitas tanah akan mengantar kita menuju keberlanjutan pertanian. Pupuk hayati telah dikenal dapat meningkatkan kesuburan tanah, keanekaragaman mikroba dalam tanah, dan hasil tanaman (Hastuti et al, 2008).
Pupuk merupakan salah satu sarana produksi pertanian yang penting dalam meningkatkan produksi tanaman.  Penggunaan pupuk diusahakan secara efisien, agar diperoleh produksi yang optimal dan meningkatkan pendapatan petani serta tidak mencemari lingkungan. Dalam rangka program pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional, maka penerapan pemupukan berimbang harus dilakukan. Penerapan pemupukan berimbang akan meningkatkan efisiensi pemupukan, produksi tanaman, mampu menghemat pupuk dan devisa negara, dalam jangka panjang dapat mengurangi pencemaran lingkungan. Pemupukan berimbang adalah pemberian pupuk kedalam tanah untuk mencapai status semua hara esensial seimbang dan optimum dalam tanah untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil pertanian, efisiensi pemupukan, kesuburan tanah serta menghindari pencemaran lingkungan. Jenis hara tanah yang sudahmencapaikadar optimum atau status tinggi, tidakperluditambahkanlagi, kecuali sebagai pengganti hara yang terangkut sewaktu panen. Pengertian pemupukan berimbang adalah pemenuhan hara yang berimbang dalam tanah, bukan berimbang dalam bentuk pupuk. Sumber hara dapat berupa pupuk tunggal, pupuk majemuk atau kombinasi keduanya (Hartatik dan Setyorini, 2008).

Kompos adalah produk dari pengomposan, yaitu cara untuk mengkonversikan bahan-bahan organik menjadi bahan yang telah dirombak lebih sederhana dengan menggunakan aktifitas mikrobakteria, semacam perombakan yang terjadi pada bahan organik dalam tanah oleh bakteri tanah (Hadiwiyoto, 1983).

Selain itu kompos adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja didalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan, rumput,kotoran hewan, jerami, sisa-sisa ranting dan bahan, rontokan kembang dan lain-lain. Adapun kelangsungan hidup mikroorganisme tersebut didukung oleh keadaan yang basah dan lembab. Di alam terbuka, kompos bisa terjadi dengan sendirinya, lewat proses alamiah. Namun, proses tersebut berlangsung lama sekali, dapat mencapai puluhan tahun, bahkan berabad-abad. Padahal kebutuhan akan tanah yang subur sudah mendesak. Oleh karenanya, proses tersebut perlu dipercepat dengan bantuan manusia. Dengan cara yang baik, proses mempercepat pembuatan kompos berlangsung wajar sehingga bias diperoleh kompos yang berkualitas baik (Murbandono, 2000).

Ciri-ciri kualitas kompos yang sudah matang sebagai berikut :
1. Bentuk fisik sudah menyerupai tanah, berwarna coklat tua hingga hitam (coklat kehitam-hitaman)
2. Tidak mengeluarkan bau busuk (berbau tanah)
3. Tidak mengandung asam lemak yang menguap
4. Mempunyai tekstur remah dan gembur (berupa remukan)
5. Memiliki C/N ratio sebesar 10-20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasi
6. Tingkat keasaman (pH) kompos sebesar 6,5 - 7,57. Kapasitas pertukaran kation (KPK) tinggi, mencapai 110 me/100 gram
8. Suhu kompos mendekati suhu ruang atau udara sekitar (30 – 35 0C)
9. Daya absorbsi air tinggi
10. Jika digunakan pada tanah, kompos dapat memberikan efek menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman (Simamora dan Salundik, 2006).
Kelebihan pupuk organik
1.Dapat memperbaiki sifat kimia, biologi, dan fisika tanah
2.Ramah lingkungan
3.Baik untuk kesehatan
4.Mengandung unsur yang lengkap
5.Tidak mudah tercuci dari tanah
Kekurangan pupuk organik
1.Bereaksi lambat
2.Memerlukan dosis yang besar jika diberikan pada tanaman
3.Kurang praktis (Zubaidah. 1999)

Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Menyediakan unsur hara mikro bagi tumbuhan
2. Mengemburkan tanah
3. Memperbaiki struktur dan tekstur tanah
4. Meningkatkan porositas, aerasi, dan komposisi mikroorganisme tanah
5. Memudahkan pertumbuhan akar tanaman
6. Menjadi salah satu alternative pengganti (subsitusi) pupuk kimia karena harganya murah,berkualitas dan akrab lingkungan
7. Mengurangi pencemaran lingkungan
8. Murah dan mudah didapat, bahan bisa dibuat sendiri (Murbandono, 2000)

Keunggulan Kompos : Pupuk organik atau kompos memlilki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pupukan organik. Berikut beberapa perbedaan antara pupuk
organik atau kompos dan pupukan organik. Sifat kompos atau pupuk organik
a. Mengandung unsur hara mikro dan makro lengkap walaupun jumlahnya sedikit
b. Dapat memperbaiki struktur tanah dengan cara sebagai berikut :
1. Menggemburkan dan meningkatkan ketersediaan tanah
2. Meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara
3. Memperbaiki kehidupan mikroorganisme di dalam tanah dengan cara menyediakan bahan makanan bagi mikroorganisme
4. Memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah
5. Beberapa tanaman yang menggunakan kompos lebih tahan terhadap serangan penyakit.

Sifat pupuk anorganik
a. Hanya mengandung satu atau beberapa unsur hara, tetapi dalam jumlah banyak
b. Tidak dapat memperbaiki struktur tanah, tetapi justru penggunaan dalam jangka waktu panjang dapat membuat tanah menjadi keras.
c. Sering membuat tanaman manja sehingga rentan terhadap penyakit.
Bahan organik yang masuk kedalam pembuatan kompos adalah sisa-sisa bahan makanan yang mengandung lemak, antara lain sisa-sisa daging, tulang, dan duri ikan. Lemak dapat mengganggu proses fermentasi oleh bakteri, sedangkan sisa daging dan duri ikan akan menimbulkan aroma yang lebih menyengat dibandingkan dengan bahan lainnya. (Bagus, 2007).

III.  METODOLOGI PRAKTIKUM



A.  Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah ember, tally raffia, kantong plastic 2, pengaduk, alat untuk memasak air, cangkul, gayung, botol aqua besar, Tally Sheet. Sedangkan bahan yang digunakan adalah terasi ¼ kg, gula pasir ½ kg, gedebog pisang, bekatul (dedak), air mendidih, seresah, air biasa,


B.  Cara Kerja


a.  Adapun langkah-langkah dalam pembuatan mol sebagai berikut
1.  Rebus air sampai mendidih
2.  Sisihkan
3.  Potong-potong terasi dan masukkan ke dalam air mendidih
4.  Masukkan gula pasir dan aduk bekatul hingga rata
5.  dinginkan
6.  Gedebong pisang yang sudah busuk diperas
7.  Sisihkan air perasannya
8. Campurkan bahan dari langkah 1-7 tersebut aduk hingga rata

9.  Tutup rapat campuran selama 3 hari dengan plastic yang diikatkan pada wadah
10.  Buka campuran setelah 3 har, aduk campuran tutup kembali dan buka keesokan harinya untuk diaduk sesuai kebutuhan. Ulang proses serupa sampai hari ke 10

b.  Adapun langkah-langkah dalam pembuatan composting adalah
1.  Mencari dan mencacah seresah sampai luasannya kecil
2.  Timbang seresah untuk composting anaerob dan aerob, pisahkan
3.  Letakkan seresah yang telah dicacah kedalam kantong plastic sebagai composting anaerob
4.  Pemberian MOL pada anaerob sesuai dengan jumlah seresah
5.  Ikat kantong plastic untuk mendapatkan composting anaerob
6.  Membuat lubang tanah kurang dari 1 m
7.  Meletakkan seresah yang telah dicacah dan ditimbang kedalam lubang tanah
8.  Memberikan MOL pada seresah tersebut sesuai dengan banyaknya seresah
9.  Setelah selesai, keliling lubang tersebut di beri penutup dengan plastic agar tidak ada seresah yang baru jatuh masuk
10. Pembuatan lubang sebaiknya pada daerah yang lembab agar mikroorganisme pada pemberian MOL untuk pembuatan kompos tidak mati

IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN



A.  Hasil Praktikum


Hasil yang didapatkan setelah praktikum adalah
Tabel 1. Hasil Praktikum MOL
Bentuk Perubahan
Awal Praktikum
Akhir Praktikum
Bau
Terasi masih berbau menyengat
Berbau seperti tape
Bentuk
Tidak terjadi perubahan
Terjadi perubahan diatasnya, berupa terdapat busa

Tabel 2. Hasil Praktikum Komposting
Perubahan
Aerob
Anaerob
Sebelum
Setelah
Sebelum
Setelah
Bau
Berbau MOL
Tidak berbau
Berbau MOL
Berbau mendekati bau tape
Tekstur
Kasar
Kasar
Kasar
Kasar
Berat
2,2 kg
Tidak ditimbang, tetapi kemungkinan bertambah karena kompos sudah mendekati jadi
Tidak ditimbang
Tidak ditimbang (akan tetapi menyusut)
Warna
Coklat
Kehitam-hitaman
Coklat
Agak kehitam-hitaman


B.  Pembahasan


Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair.  Hasil dari praktikum pembuatan MOL bahwa MOL sudah jadi karena terjadi

perubahan bau pada MOL tersebut, baunya seperti tape, selain itu terjadi perubahan berupa terdapat busa diatasnya.  Jadinya suatu MOL dipengaruhi oleh dibukanya MOL setelah 3 hari dan kelembaban.  Dibukanya MOL setelah 3 hari berfungsi untuk pergantian oksigen pada MOL agar mikroorganisme yang didalamnya tidak mati, pada praktikum ini masing-masing bahan memiliki fungsi yaitu : terasi digunakan untuk sumber protein, gula sebagai glukosa, dedak sebagai glukosa padat, gedebog pisang sebagai sumber inokulum, air panas dan dingin sebagai media.  Manfaat bakteri local adalah Karena bakteri itu sudah beradaptasi dengan lingkungan yang ada di Indonesia, tahu asal bakteri tersebut, banyak tersedia di alam, dan petani mudah membuat sendiri, tidak mengeluarkan biaya yang besar untuk membeli, tidak khawatir bakteri lokal akan punah, karena bersaing dengan bakteri luar.  Untuk perbanyakan molase hanya perlu ditambahkan air dan penambahan gula, penambahan gula berfungsi sebagai sumber glukosa untuk bakteri yang ada diperbanyakan MOL.

Praktikum praktikum composting dilakukan setelah pembuatan MOL sudah jadi,  karena MOL digunakan untuk pembuatan composting, pada praktikum ini dilakukan 2 pecobaan yaitu pembuatan kompos aerob dan kompos anaerob.  Ciri-ciri kualitas kompos yang sudah matang sebagai berikut : Bentuk fisik sudah menyerupai tanah, berwarna coklat tua hingga hitam (coklat kehitam-hitaman), tidak mengeluarkan bau busuk (berbau tanah), mempunyai tekstur remah dan gembur (berupa remukan), suhu kompos mendekati suhu ruang atau udara sekitar (30–35 0C), jika digunakan pada tanah, kompos dapat memberikan efek menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman.  Dari ciri-ciri diatas dapat diambil bahwa pembuatan kompos aerob yang telah kami lakukan sudah mendekati jadi, karena pada praktikum kami kompos sudah tidak berbau menyengat, warna pada kompos yang telah kami buat berwarna kehitaman, walaupun dari ciri-ciri diatas seharusnya kompos yang sudah jadi bertekstur remah dan gembur seperti tanah, kompos pada praktikum yang kami lakukan juga sudah agak dingin jika dipegang, kompos akan jadi setelah 1-2 minggu lagi jika kompos diberi air secara teratur agar inokulum tidak mati karena suhunya panas, pada pembuatan kompos anaerob juga sudah mendekati jadi, kompos tetap berwarna coklat, belum jadinya kompos yang kami buat diakibatkan karena tidak dibukanya kompos setelah 3 hari, karena inokulum juga memerlukan adanya oksigen, jika tidak dibuka maka inokulum akan mati karena panas, bau kompos sudah tidak menyengat, baunya seperti tape jika dibuka.

V.  KESIMPULAN



Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah
1.  Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair.  Komposting adalah bahan-bahan organik (sampah organik) yang telah mengalami proses pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk) yang bekerja didalamnya.
2.  MOL yang sudah jadi berbau tidak menyengat lagi (berbau seperti tape), terjadi perubahan diatas permukaannya berupa terdapat busa. Ciri-ciri kompos yang sudah jadi berupa : bentuk fisik sudah menyerupai tanah, berwarna coklat tua hingga hitam (coklat kehitam-hitaman), tidak mengeluarkan bau busuk (berbau tanah), mempunyai tekstur remah dan gembur (berupa remukan),suhu kompos mendekati suhu ruang atau udara sekitar (30 – 35 0C), jika digunakan pada tanah, kompos dapat memberikan efek menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman.
3.  Pembuatan MOL yang kami lakukan sudah jadi karena sudah memenuhi ciri-ciri jadinya molase yaitu berbau tidak menyengat (tape), terdapat busa diatas permukaan, sedangkan kompos yang kami buat mendekati jadi yaitu sudah terjadi perubahan warna berupa warna kehitaman, tidak berbau lagi, sekitar 1-2 minggu MOL akan jadi jika diberi perlakukan dengan benar.

DAFTAR PUSTAKA




Hadinata, I. 2008. Membuat Mikroorganisme Lokal.
Http://Ivanhadinata.blogspot.com/. Tanggal akses 27 Oktober 2014 pukul 11.00 wib

Hartatik, W. Dan D. Setyorini. 2008. Validasi Rekomendasi Pemupukan NPK dan Pupuk Organik pada Padi Sawah.<http://balittanah.litbang.deptan.go.id/ eng/viewer.php?folder=dokumentasi/prosiding2008pdf&filename=wiwiek_validasi&ext=pdf>. Diakses tanggal 27 Oktober 2014 pukul 12.30 wib

Hastuti, R. D., R. Saraswati, J. Purwani, dan T. S. Kadir. 2008. Aplikasi Pupuk hayati dan Dekomposer pada Padi Sawah.
<http://balittanah.litbang.deptan.go.id/eng/viewer.php?folder=dokumentasi/prosiding2008pdf&f ilename=ratih_dkomposer&ext=pdf>. Diaksestanggal 27 Oktober 2014

Hidayat. 2006. Mikrobiologi industri. Andi offset, Yogyakarta.

Mulyono. 2014. Membuat MOL dan Kompos dari Sampah Rumah Tangga. PT AgroMediaPustaka, Jakarta Selatan.

Hadiwijoto,S, 1999.Penanganandanpemanfaatansam,pah.YayasanIadayu. Jakarta

Murbandono, 2000. Membuatkompos. PenebarSwadaya. Jakarta

Simamora, Suhut, dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta: AgroMediaPustaka.

Zubaidah, Ida. 1992. Pendidikan Lingkungan Hidup. Tim MGMP. Nganjuk



Tidak ada komentar:

Posting Komentar